

Dr Andi Desfiandi SE MA | Ketua Yayasan Alfian Husin | Mantan Rektor IBI Darmajaya
BEBERAPA media massa Lampung memberitakan pada Sabtu malam lalu, 8/7/2017, terjadi antrean kendaraan sepanjang puluhan kilometer di ruas Jalur Lintas Sumatera (Jalinsum). Ini terjadi akibat mogoknya sebuah truk tronton di sekitar kawasan Natar, Lampung Selatan.
Perjalanan dari Metro maupun Tegineneng ke Bandar lampung dan sebaliknya yang biasanya hanya 1-1.5 jam, saat itu menghabiskan waktu hingga 7 jam! Pertanyaanya, jika satu kendaraan mogok saja begitu parah dampaknya, bagaimana jika ternyata pada waktu bersamaan ada dua kendaraan yang mogok di kiri dan kanan Jalinsum?
Sepele memang, tapi ternyata berdampak sangat signifikan bagi para pengguna jalan. Entah berapa banyak orang yang ketinggalan pesawat, hasil pertanian yang membusuk, atau yang terlambat melakukan aktivitas sosial dan ekonominya.
Bagaimana pula nasib ibu-ibu yang dalam perjalanan ke rumah sakit untuk melahirkan atau orang yang sakit keras? Belum lagi kalau dihitung kerugian material akibat 7 jam perjalanan yang dihabiskan. Mungkin bisa mencapai puluhan miliar rupiah.
Timbul pertanyaan, apakah Jalinsum ruas Lampung ini tidak terlalu kecil untuk menampung laju lalu lintas yang semakin padat? Padahal ruas tersebut satu-satunya jalan penghubung antarkota yang mengoneksikan seluruh sentra ekonomi dan pemukiman di Provinsi Lampung. Jalur ini juga merupakan jalur utama dari dan ke Bandara Radin Inten II, Pelabuhan Panjang dan Bakauheni, termasuk jalur penghubung dari dan ke Tol Sumatera yang akan selesai dalam waktu dekat.
Pembangunan seharusnya dilihat sebagai suatu kesatuan sistem dengan subsistem infrastruktur dan penunjang lain di dalamnya. Infrastruktur ini berupa: pelabuhan dan bandara (fasilitas penunjang, manajemen, pelayanan dan teknologi informasi), serta transportasi umum darat yang layak (bus, kereta api, feeder, kendaraan umum lingkungan ).
Selain itu, pusat pusat pertumbuhan ekonomi (kawasan ekonomi khusus, zona ekspor impor, kawasan wisata, kawasan industri, kawasan perdagangan dan sejenisnya). infrastruktur penunjang (jalan tol, stasiun bus dan kereta, jalan arteri, listrik, air, jembatan, irigasi, telekomunikasi, SDM), konektivitas/interlocking (global, regional, nasional, daerah) serta aspek ekonomi (indikator-indikator ekonomi).
Setiap subsistem ini harus dibangun dan terkoneksi satu dengan yang lainnya agar memberikan akselerasi yang lebih cepat dan tinggi terhadap perekonomian daerah. Konektivitas transportasi akan menciptakan biaya transportasi/logistik yang rendah, menghasilkan biaya produksi yang rendah, harga jual barang yang rendah, mempercepat arus barang dan jasa serta manusia, menambah produktivitas, meningkatnya keunggulan bersaing, efisiensi waktu dan biaya, dan sebagainya.
Dengan demikian perekonomian akan bertumbuh dengan cepat dan lancar. Semakin tingginya mobilitas faktor-faktor produksi barang/jasa/manusia maka perekonomian suatu daerah bakal ikut meningkat serta memberikan multiplier effect yang luar biasa. Hal-hal itu lah yang menjadikan konektivitas transportasi memegang peranan vital/sangat penting dalam menstimulasi perekonomian daerah.(*/bersambung)